Stigma Aborsi terhadap Perempuan

Aborsi dilihat sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma, padahal aborsi aman merupakan hak kesehatan setiap perempuan dan orang hamil.

Perempuan yang perlu menggugurkan kandungannya kerap mendapat stigma dari masyarakat. Aborsi dilihat sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma, padahal aborsi aman merupakan hak kesehatan setiap perempuan dan orang hamil. Akibatnya, akses aborsi aman terbatas.

Stigma dari Aparat Penegak Hukum

Stigma itu juga sering menjadi dasar perilaku dan penilaian aparat penegak hukum. Penyintas perkosaan harus menghadapi interogasi dengan aparat penegak hukum sering tidak ramah gender terhadap penyintas. Alih-alih merasa terlindungi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sering menyudutkan perempuan dan tidak mempercayai pengalaman perempuan. Malah, perempuan disalahkan dan disebut sebagai penyebab perkosaan. Itu membuat banyak perempuan memilih tidak mengungkap perkosaan yang dialaminya.

 

Stigma dari Pemberi Layanan

Stigma itu juga melekat pada sudut pandang pemberi layanan aborsi. Banyak tenaga medis maupun tenaga kesehatan menolak memberikan layanan aborsi karena menganggap menggugurkan kandungan tidak sesuai dengan nilai personal mereka. Pun jika layanan diberikan, pertanyaan atau komentar mereka kerap membuat perempuan dan orang hamil merasa terpojok.

 

Dampak Stigma Aborsi

Stigma terhadap aborsi yang ada di masyarakat membuat banyak perempuan merasa terkucilkan dan berakhir putus asa. Padahal, perempuan bisa melakukan aborsi dengan aman.

Akses terhadap Informasi

Secara umum, stigma juga membatas informasi yang benar terkait menggugurkan kandungan yang aman. Pendidikan seksualitas dan reproduksi dibatasi di dalam kurikulum pendidikan. Informasi—termasuk pemberitaan di media massa maupun media sosial—cenderung menakuti-nakuti perempuan dengan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan perkembangan teknologi dan medis. Perempuan semakin kesulitan mendapatkan informasi yang berpihak pada hak kesehatan seksualitas dan reproduksinya. Akibatnya, sebagian dari mereka terpaksa memilih aborsi tidak aman.

 

Layanan Kesehatan

Stigma membuat pemberian layanan aborsi aman terhambat. Walaupun sudah ada peraturan yang menaunginya, implementasinya belum berjalan. Tenaga kesehatan kurang diberi keleluasaan dalam memberikan layanan aborsi aman. Konselor maupun orang terlatih dengan pelayanan aborsi aman tidak dianggap kompeten untuk memberikan layanan. Akibatnya, pemberian layanan menjadi terbatas karena faktor keamanan. Banyak pemberi layanan terbatas memberikan layanan karena faktor keamanan dirinya.

Fasilitas layanan juga belum tentu tersedia. Obat maupun peralatan yang dibutuhkan untuk memberikan layanan aborsi aman masih sering tidak tersedia. Perempuan yang dimiskinkan dan tinggal jauh dari fasilitas layanan kesehatan semakin sulit untuk mengakses layanan aborsi aman.

 

Bebas Stigma

Perempuan dan orang hamil di bawah 10 minggu bisa melakukan aborsi medis. Aborsi medis dapat dilakukan di rumah tanpa harus menemui aparat penegak hukum, pemberi layanan, atau orang lain. Perempuan dan orang hamil yang membutuhkan layanan aborsi medis dapat menghubungi Women on Web melalui email: info@womenonweb.org atau mengisi konsultasi online di laman ini.