Google Core Update: Dampaknya terhadap Women on Web dan Akses Aborsi

Pada 4 Mei 2020, Google merilis hasil dari Core Update yang kedua selama 2020. Women on Web melihat akibatnya berupa penurunan pengunjung website hingga 90%, kehilangan masif dibandingkan pemutakhiran sebelumnya dan menyebabkan akses aborsi bermasalah. Google memastikan pemutakhiran itu netral, tapi apakah memang demikian?

Blog oleh Erin Hassard*

Awal Mei 2020, Google merilis hasil pemutakhiran inti setelah melakukannya pada Januari. Ini merupakan prosedur standar yang dilakukan beberapa kali dalam setahun dan menyebabkan “signifikan, perubahan meluas” dalam pencarian algoritma, menurut Google’s Central Blog. Pemutakhiran inti itu dilakukan untuk memastikan konten yang muncul ketika melakukan pencarian melalui Google menjadi relevan dan akurat. Menurut blognya, perubahan ini dilakukan untuk memperbaiki sistem mereka dalam menilai konten dan tidak dimaksud menyasar suatu sektor atau website.

Meskipun demikian, untuk layanan yang diberikan Women on Web, pemutakhiran yang kerap disebut netral tersebut malah terbukti mengancam akses kelompok tertentu. Women on Web—organisasi yang mendampingi lebih dari 60.000 perempuan atau orang hamil secara global dengan memberikan akses terhadap aborsi telemedis yang aman—melihat penurunan pengunjung hingga 90% ke situsnya, kehilangan besar dibandingkan pemutakhiran pencarian sebelumnya. Implikasi kesehatan atas penurunan ini begitu mengganggu, mengingat efeknya yang bisa terjadi pada mereka dalam mendapatkan layanan esensial dan individu yang membutuhkannya. Berhubung kita sedang berada di tengah situasi pandemik yang mengglobal, waktu pemutakhiran inti ini begitu menghancurkan. Ketika dunia sedang berjuang beradaptasi dengan kehidupan di rumah, kebutuhan perempuan untuk mengakses aborsi telemedis jauh lebih penting daripada sebelumnya. Mempertimbangkan perempuan dan orang trans yang akan terdampak dengan situasi ini, pertanyaan kemudian muncul tentang metode yang digunakan untuk menilai konten dan bias yang bersemayam di dalam pemutakhiran ini. Google menggadang pemutakhiran ini merupakan bentuk yang netral, apakah memang demikian?

Dalam daftar yang disediakan oleh Google yang menjelaskan bagaimana konten dinilai, beberapa faktor disebutkan dan digolongkan dalam beberapa kategori. “Konten dan Kualitas” menjadi salah satunya, yang menyebutkan faktor informasi asli, analisis kritis, dan deskripsi serta membantu pembaca dalam judul webpage; semua pendekatannya terkesan masuk akal untuk menilai validitas sebuah situs. Meskipun demikian, kriteria lain dalam daftar adalah, “Apakah ini merupakan satu laman yang ingin Anda tandai atau simpan, bagikan kepada teman, atau rekomendasikan?”, sesuatu yang jelas sangat menyulitkan untuk isu yang begitu sensitif dan personal seperti aborsi medis. Konten Women on Web didesain khusus untuk perempuan yang tinggal di area dengan akses aborsi terbatas; beberapa konten tidak bisa dibagikan oleh perempuan atas pertimbangan potensi risikonya. Apalagi, dengan melakukannya, perempuan malah berpotensi berada di situasi dengan risiko tinggi. Ini adalah nuansa yang Google gagal lihat dalam menentukan faktor pemutakhiran penilaian konten.

Menggali lebih dalam terkait bagaimana pemutakhiran ini melakukan perubahan penilaian, singkatan berupa E-A-T kerap muncul, yaitu Expertise (keahlian), Authoritativeness (kewenangan), dan Trustworthiness (kepercayaan).

Pada mulanya, ketiganya, lagi-lagi, merupakan kriteria yang terkesan masuk akal dalam melihat efektivitas sebuah situs. Namun, jika kita menggali sedikit lebih dalam dari permukaan, kita mulai menyadari betapa samar porsi E-A-T tersebut. Ketika melihat sampai mana pengkategorian keahlian konten, seperti: Apakah website ditulis oleh seorang ahli atau orang penggiat? Apakah ada pembuktian dalam keahlian tersebut? Tolok ukur dalam menilai semua kriteria ini pada akhirnya kembali pada kebijaksanaan masing-masing: jika Anda sedang dalam melakukan penelitian terhadap suatu situs, apakah Anda akan datang dengan perasaan penuh kepercayaan? Apakah Anda akan merasa nyaman dengan kontennya? Hampir semua penilaian seharusnya dilakukan dengan netral yang bergantung pada tingkat subjektivitas. Mungkin ada yang berargumentasi bahwa ini seharusnya tidak menjadi isu jika website mempekerjakan para ahli terakreditasi dalam pemberian layanan. Namun, bukan ini kasusnya bagi Women on Web yang sudah beroperasi selama lebih dari 15 tahun (lebih lama jika dihitung dari awal mulanya, Women on Waves), yang mempekerjakan lebih dari 30 orang termasuk dari dokter berlisensi, praktisi medis, dan pekerja non-profit berpengalaman. Layanan mereka sudah dicari dan diandalkan oleh ribuan perempuan termasuk trans dengan memulainya melalui akses website, yang bergantung pada pencarian algoritma sebagai bagian dari keberlanjutan layanan. Maka itu, keahlian dan kewenangan seharusnya tidak menjadi isu.

Elemen ketiga, kepercayaan, merupakan elemen rumit bagi website seperti Women on Web, khususnya dengan kredibilitas yang bergantung pada interpretasi subjektif, mengingat kontennya yang kontroversial bagi banyak orang. Akses aborsi berada pada posisi unik tetapi krusial sehubungan dengan orang-orang yang tidak mempercayai website karena sesederhana pandangan personal mereka, menegasikan informasi terpercaya yang tersedia. Kata “percaya” dalam konteks ini menyimpan ambiguitas berhubung ada banyak cara untuk mengukur kepercayaan, khususnya secara daring yang kita tidak bisa menilai apa-apa selain kata yang ada dalam laman. Banyak pihak berseberangan ikut dalam permainan ini tanpa mempertimbangkan tingkat keahlian, kewenangan, bahkan kepercayaan sama sekali: satu laman yang ditulis dengan bahasa keduanya, contohnya, merupakan faktor yang bisa mengurangi rasa percaya berdasarkan penelitian. Meningkatnya serangan balik dalam beberapa tahun belakangan yang melawan akses dan hak aborsi bisa mempengaruhi kepercayaan. Dengan kriteria pemutakhiran demikian, pendekatan subjektif ini terlihat cukup bisa melampiaskan ketidakpercayaan terhadap laman Women on Web.

Masalahnya, cara Google mengoperasikan pemutakhiran inti untuk menilai konten menggunakan lensa yang tentu tidak bisa digunakan dalam melihat seluruh nuansa yang dibutuhkan dalam layanan khusus, seperti Women on Web. Apakah Google terus melanjutkan pemutakhiran dengan merisikokan kesehatan atau cedera personal? Atau hanya berdasarkan hits dan kesukaan, sesuatu yang masuk akal jika dilihat dari kacamata bisnis atau modal—menggeneralisasi platform tapi bukan untuk situs—terima kasih atas kontrol sistematis terhadap tubuh perempuan—berpotensi kehilangan kredibilitas, tanpa peduli seberapa berpengetahuan atau berkualitas pekerjanya. Tentu saja, perusahaan dan organisasi bisa membeli instruksi lebih detil terkait bagaimana Google menyaring konten. Namun, untuk layanan dan non-profit yang menyediakan kebutuhan dengan keterbatasan dana, apakah ini menjadi tanggung jawab mereka juga untuk menghabiskan dana yang sudah sedikit hanya untuk meyakinkan orang atas keahlian mereka? Atau, apakah seharusnya menjadi kewajiban bagi Google untuk mengedukasi para pekerjanya tentang keruwetan isu sensitif terkait layanan yang disediakan semacam website Women on Web? Mereka, pada akhirnya, yang memiliki kekuasaan untuk menentukan website mana yang akhirnya berputar di bagian atas pencarian.

Jadi, apa hasilnya? Tentu saja, ini masih dalam proses untuk melihatnya. Pastinya, kita bisa menyebutkan bahwa semakin sedikit perempuan yang akan bisa mengakses layanan aborsi medis—yang padahal mungkin berpotensi menyelamatkan nyawa mereka daripada risiko serius terhadap kesehatannya—yang beresonasi secara global. Kita bisa berasumsi kesadaran sekitar ilmu pengetahuan dan pengetahuan umum terkait aborsi akan terpengaruh, akibat lainnya yang berdampak langsung adalah kepada perempuan yang berada di area sulit dalam situasi demikian. Ini artinya advokasi secara global dibutuhkan untuk melawan hasil dari pemutakhiran terakhir. Untuk mengembalikan dan memastikan sumber kesehatan reproduksi dan seksualitas yang berkualitas tetap tersedia secara luas dan hal semacam ini tidak akan terjadi lagi, kita perlu digital gatekeepers, seperti Google, bertanggung jawab.

Catatan akhir, jikapun ada yang terambil alih gara-gara ini, itu adalah bagaimana layanan dan non-profits dibagikan dan didukung tersampingkan dari area subjektif akan penilaian algoritma sehingga tidak bisa mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. Aborsi merupakan praktik intervensi medis yang umum dilakukan, dengan lebih dari 56 juta perempuan setiap tahun membutuhkan aborsi dengan segala alasannya di seluruh dunia, menurut World Health Organization. Jika perempuan atau trans tidak bisa mengakses aborsi, mereka akan terpaksa mengakses layanan yang berbahaya, mengancam nyawa, dan ini lah sebabnya ketersediaan layanan sangat vital. Women on Web, di antara yang lainnya, perlu dibagikan dan diketahui supaya bisa terus ditemukan perempuan yang tidak bisa mengakses layanan aborsi aman, layanan esensial bagi kesehatan perempuan. 

 

 

Erin Hassard:

Erin adalah seorang linguis yang lulus dari Universitas Concordia dan tinggal di Montreal. Ia merupakan penulis/editor lepas dan advokat keadilan sosial yang telah melakukan kerja-kerja komunitas dalam diskriminasi bahasa dan kekerasan berbasis gender.